BIOGRAFI SINGKAT NABI
MUHAMMAD SAW
Nasab-nya ialah Muhammad
bin Abdullah bin Abdul Muthalib (namanya Syaibatul Hamd) bin Hisyam bin Abdi
Manaf (namanya al-Mughirah) bin Qushayyi (namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah
bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Mu’iddu bin Adnan.
Itulah batas nasab Rasulullah saw yang telah
disepakati. Selebihnya dari yang telah disebutkan masih diperselisihkan.
Tetapi, hal yang sudah tidak diperselisihkan lagi ialah, bahwa Adnan termasuk
anak Ismail, Nabi Allah, bin Ibrahim, kekasih Allah. Dan bahwa Allah telah
memilihnya (Nabi saw) dari kabilah yang paling bersih, keturunan yang paling
utama dan suci. Tak sedikit pun dari karat-karat jahiliyah menyusup ke dalam
nasabnya.
Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun
gajah, yakni tahun dimana Abraham al-Asyram berusaha menyerang Mekah dan
menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah menggagalkannya dengan mu’jizat yang
mengagumkan, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an. Menurut riwayat yang
paling kuat jatuh pada hari Senin malam, 12 Rabi’ul Awwal.
Ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya
Abdullah, meninggal ketika ibunya mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh
kakeknya, Abdul-Muththalib, dan disusukannya-sebagaiman tradisi Arab pada waktu
itu-kepada seorang wanita dari Bani Sa’d bin Bakar, bernama Halimah binti Abu
Dzu’aib.
Ketika sudah berumur enam tahun, ibunya,
Aminah, meninggal dunia. Kemudian berada dalam asuahan kakeknya, Abdul
Muththalib. Tetapi setelah genap berusia delapan tahun, ia ditinggal mati oleh
kakeknya. Setelah itu ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.
Sekilas kondidsi masyarakat Arab Pra-Islam
Untuk mengenal metode
pengembangan dakwah yang dilakukan Rasulullah, terlebih dahulu mengenal
situasi dan kondisi masyarakat Arab pra-Islam (sebelum risalah Muhammad saw)
sebagai kondisi objektif mad`u yang dihadapi Rasulullah.
Sebelum risalah Nabi Muhammad saw., kondisi
kehidupan masyarakat Arab secara umum dikenal sebagai masyarakat Jahiliyah,
zaman kebodohan, atau dalam istilah Al-Qur`an diisyaratkan sebagai kehidupan
adz-dzulumat. Dekandesi moral masyarakat tampak dalam aktifias tercelanya
seperti minum-minuman keras, berjudi, berzina, riba dan mengubur anak perempuan
hidup. Disebut demikian, karena kondisi sosial, politik, dan kehidupan
spiritualnya, yang dalam waktu cukup lama, tidak memiliki nabi, kitab suci,
ideology agama, dan tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki
sistim pemerintahan dan hukum yang ideal, dan tidak mengindahkan nilai-nilai
moral. Tingkat keberagamannya hampir kembali pada masyarakat primitif yang jauh
dari nur Ilahi.
Mereka terpecah belah menjadi berbagai suku
yang saling bermusuhan sehingga secara politis tidak mengenal sistim
pemerintahan pusat yang dapat mengendalikan perpecahan dan permusuhan. Sebagian
mereka belum mengenal sistim hukum. Hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba,
yang kuat menindas yang lemah.
Secara geografis dan demografis, wilayah Arab
merupakan daerah gersang dan mata pencaharian sebagai besar penduduknya adalah
beternak. Kelompok bangsawan menguasai hubungan perdagangan domestik dan luar
negeri. Sistim perekonomian didominasi oleh kaum aristokrat yang konglomerat.
Masyarakat pada umumnya miskin dan menderita, sebagai akibat dari kesenjangan
sosial ekonomi yang melahirkan ketidakadilan dan penindasan.
Dari segi kebudayaan, masyarakat Arab
terkenal mahir dalam bidang bahasa dan syair (sastra). Bahasanya sangat kaya
sebanding dengan bahasa bangsa Eropa dewasa ini. Hal tersebut merupakan kontribusi
yang cukup penting dalam pengembangan dan penyebaran Islam. Menurut Pilihip K.
Hitti, keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung
oleh keleluasaan bahasa Arab, khususnya bahasa Al-Qur`an. Namun,
kemajuan kebudayaan mereka dalam bidang sya`ir khususnya, diwarnai semangat
kesukuan.
Adapun dari sisi keagamaan, mayoritas
masyarakat bangsa Arab merupakan penyembahan berhala, kecuali sebagian kecil
menganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain penyembah berhala, ada juga yang
menyembah matahari, bintang, dan angin. Di antara mereka ada yang atheis, tidak
mempercayai Tuhan YME., adanya hari pembalasan, dan tidak mempercayai keabadian
jiwa manusia. Setiap daerah dan suku mempunyai dewa dewi (berhala). Di antara
berhala yang paling dipuja merka adalah Al-Uzza, Al-Latta, Manah, dan Hubbal.
Tidak kurang dari 360 berhala yang ditata disekeliling kabah untuk disembah.
Setiap tahun masyarakat Arab datang ke kabah untuk melakukan penyembahan massal
terhadap berhala tersebut, bersamaan dengan diselenggarakannya pekan raya yang
dikenal dengan Pekan Raya Ukaz.
Dalam kondisi sosial dan moral, khususnya
yang berkaitan dengan martabat kaum wanita, masyarakat Arab pra-Islam memandang
bahwa wanita ibarat barang mainan, binatang piaraan, atau lebih hina. Wanita
sama sekali tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki hak apa
pun. Derajat wanita pada waktu itu menempati kedudukan yang terendah sepanjang
sejarah umat manusia.
Adapun faktor positif dari sifat dan karakter
masyarakat Arab, antara lain adalah: mempunyai ketahanan fisik yang perima;
pemberani, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta
kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpinnya, pola kehidupannya sederhana,
ramah tamah, dan mahir dalam bersyair. Namun, sifat-sifat dan karakter yang
baik tersebut seakan tidak ada artinya karena diselimuti kondisi ketidak
adilan, kekejaman, dan keyakinan terhadap khurafat.
A.
TAHAPAN DA’WAH RASULULLAH SAW
1.
Da’wah Secara Rahasia (Sirriyatud Da’wah)
Nabi mulai menyambut
perintah Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah semata dan
meninggalkan berhala. Tetapi da’wah Nabi ini dilakukannya secara rahasia untuk
menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap
kemusyrikan dan paganismenya. Nabi saw tidak menampakan da’wah di
majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali
kepada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah
Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak
Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin
Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan
lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara
rahasia. Apabila diantara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi
ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.
Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih
dari tiga puluh lelaki dan wanita, Rasulullah memilih rumah salah seseorang
dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abil Arqam, sebagai tempat pertama untuk
mengadakan pembinaan dan pengajaran. Da’wah pada tahap ini menghasilkan sekitar
empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah
orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki
kedudukan.
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara
sembunyi-sembunyi. Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan
selama tiga tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah
tertutup ini berjalan selama tiga tahun.
2. Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Ibnu Hisyam berkata:
kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki, memeluk Islam,
sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi bahan pembicaraan
orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak
kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw
melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya:
214. Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat,
215.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman.
94. Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik.
89.
Dan Katakanlah: "Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan".
Pada waktu itu pula
Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah, kemudian menyambut perintah
Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu
pedulikan orang-orang musyrik” dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu
memanggil, “Wahai Bani Fihir, wahai Bani ‘Adi,“ sehingga mereka berkumpul dan
orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang
terjadi. Maka Nabi saw berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan
bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan
menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?”Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah
melihat kamu berdusta. “ kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah
seorang pemberi peringatan kepada kalian dari sisksa pedih.” Kemudian Abu lahab
memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu
mengumpulkan kami. “Lalu turunlah firman Allah:
1. Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya
dia akan binasa[1607].
[1607]
yang dimaksud dengan kedua tangan abu Lahab ialah abu Lahab sendiri.
Kemudian Rasulullah saw
turun dan melaksanakan firman Allah, ”Dan berilah peringatan kepada kerabatmu
yang terdekat” dengan mengumpulkan semua keluarga dan kerabatnya, lalu berkata
kepada mereka, “Wahai Bani Ka’b bin Lu’ai, selamatkanlah dirimu dari api
neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’b, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai
Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdul
Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah
dirimu dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa dapat membela kalian di
hadapan Allah, selain bahwa kalian mempunyai tali kekeluargaan yang akan aku
sambung dengan hubungannya.”
Da’wah Nabi saw secara terang-terangan ini
ditentang dan ditolak oleh bangsa Quarisy, dengan alasan bahwa mereka tidak
dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang
mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat
itulah Rasullulah mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan
akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya di jelaskan oleh Nabi saw bahwa
tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat memberi faidah atau bahaya sama
sekali. Dan, bahwa turun-temurunya nenek moyang mereka dalam menyembah
tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka
secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka:
(al-Baqarah: 170)
170.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya
mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami".
"(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Ketika Nabi saw mencela tuhan mereka,
membodohkan mimpi mereka, dan mengecam tindakan taqlid buta kepada nenek moyang
mereka dalam menyembah berhala, mereka menentang dan sepakat untuk memusuhinya,
kecuali pamannya, Abu Thalib, yang membelanya.
B.
TUJUAN
Dari prinsip dan
langkah-langkah perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat diturunkan
kaidah-kaidah dakwah Rasulullah saw sebagai berikut:
1) Tauhidullah, yakni sikap mengesakan
Allah dengan sepenuh hati, tidak menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon, dan
meminta pertolongan kepada Allah SWT. Sebagai pencipta dan pemelihara alam
semesta. Kaidah ini bertujuan untuk membersihkan akidah (tathir al-i’tiqad)
masyrakat dari berbagai macam khurajat dan kepercayaan yang keliru, menuju satu
landasan, motivasi, tujuan hidup dan kehidupan dari Allah dan dalam ajaran
Allah menuju mardhatillah (min al-Lah, fi al-Allah, dan ila Allah).
2) Ukhuwah Islamiah, yakni sikap
persaudaraan antarsesama muslim karena adanya kesatuan akidah, pegangan hidup,
pandangan hidup, sistim sosial, dan peradaban sehingga terjalinlah kesatuan
hati dan jiwa yang melahirkan persaudaraan yang erat dan mesra, dan terjalin
pula kasih sayang, perasaan senasib sepenanggungan, serta memperhatikan
kepentingan orang lain, seperti mementingkan kepentingan diri sendiri. Dengan
demikian, terhindar dari sikap individualisme, fanatisme golongan, fir’aunisme,
materialisme, dan dari segala penyakit jiwa lainnya.
3) Muswah, yakni sikap persamaan antar
sesama manusia, tidak arogan, tidak saling merendahkan dan meremehkan orang
lain, tidak saling mengaku paling tinggi. Ini karena perbedaan dan penghargaan
di sisi Allah adalah dilihat prestasi pengabdian dan ketakwaannya.
4) Musyawarah, yakni sikap kompromis
dan menghargai pendapat orang lain, tidak menonjolkan kepentingan kelompok,
memperhatikan kepentingan bersama untuk meraih kemaslahatan dan kebaikan
bersama. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw, antara lain di Madinh, yaitu
dengan munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya
dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 159, Q.S. Asu’ara: 38.
5) Ta’awun, yakni sikap gotong-royong,
saling membantu, kebersamaan dalam menghadapi persoalan dan tolong-menolong
dalam hal-hal kebaikan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan
kaidah ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah: 2, Q.S. At-Taubah: 71, q.s. Al-Anfal:
46.
6) Takaful al-ijtima, yakni sikap
pertanggungjawaban bersama senasib sepenanggungan, kebersamaan dan sikap
solidaritas sosial. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah
ini, antara lain: Q.S. At-Tahrim: 6, Q.S. Al-Baqarah:195.
7) Jihad dan Ijtihad, yakni sikap dan
semangat kesungguh-sungguhan, serius menunjukan etos kerja yang tinggi,
kreatif, inovatif dalam penyelesaian yang dihadapi. Ayat-ayat yang dapat
dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4,
10-13.
8) Fastahiq al-khayrat, yakni sikap
dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, pada berbagai lapangan hidup dan
kehidupan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini,
antara lain: Q.S. Ali-Imran: 114, Q.S. Al-Mu’minun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.
9) Tasamuh, yakni silap toleransi,
tenggang rasa, tidak memaksakan kehendak, mengikuti dan melaksanakan sesuatu
dengan landasan ilmu, saling menghargai perbedaan pandangan. Ayat-ayat
yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S.
Az-Zumar: 18, Q.S. Al-Baqarah: 256, Q.S. Al-Ankabut: 46, Q.S. An-Nahl: 125,
109, 1-6.
10) Istiqamah, yakni sikap dan
semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan terus di atas ajaran yang benar
dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya
dengan kaidah ini, antara lain Q.S. Fushshilat: 6, 30, 32, Q.S. Al-Ahqaff:
13-14, Q.S. Asy-Syu’ara: 13-15.
Keberhasilan pengaruh dakwa Islam
Sebelum kita melangkah untuk melihat
masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah saw, sepatutnya kita memberikan
perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang menjadi inti kehidupan beliau
dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan Rasul, sehingga Allah
mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu maupun orang-orang di
kemudian hari. (al-Muzzamil: 1-2)
1. Hai orang yang berselimut (Muhammad),
2. Bangunlah (untuk sembahyang) di malam
hari[1525], kecuali sedikit (daripadanya),
[1525] sembahyang
malam Ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah
Turunnya ayat ke 20 Ini hukumnya menjadi sunat.
1. Hai
orang yang berkemul (berselimut),
2.
Bangunlah, lalu berilah peringatan!
(al-Muddatstsir: 1-2)
Maka, beliau pun bangkit dan terus bangkit
lebih dari dua puluh tahun, memikul beban amanat besar di bumi ini, seluruh
beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di berbagai medan.
Beliau memikul beban
perjuangan dan jihad di medan perasaan manusia yang tenggelam dalam angan-angan
dan konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan dunia dan syahwat.
Ketika perasaan manusia berhasil dibersihkan dari noda-noda jahiliyah dan
kehidupan dunia, mulailah peperangan lain di medan yang lain pula, bahkan
peperangan ini tiada putus-putusnya. Yaitu, peperangan melawan musuh-musuh
da’wah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan da’wah ini sampai ke akarnya
sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah Arab hampir saja
berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi umat yang baru ini
serta menghadangnya di perbatasan bagian utara.
Ketika semua ini
berlangsung, peperangan pertama yaitu peperangan perasaan tidaklah berhenti,
karena peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan. Sesaat pun
syaithan tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati manusia. Di
sanalah, Muhammad saw bangkit menyerukan da’wah Allah, dan melakukan peperangan
yang tiada henti-hentinya di berbagai medan. Beliau berjuang menghadapi
kesulitan hidup, padahal dunia berada di hadapannya. Beliau berjuang keras
tidak kenal lelah, ketika orang-orang mu’min beristirahat menikmati ketenangan
dan ketentraman. Semua itu beliau lakukan dengan semangat yang tak pernah
kendor dan kesabaran tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan qiyamul lail dan
beribadah kepada Rab-Nya, membaca Al-Qur’an, dan bermunajat kepada-Nya
sebagaimana yang diperintah-Nya.
Demikianlah, beliau hidup
dalam perjuangan dan peperangan yang tiada henti-hentinya lebih dari dua puluh
tahun. Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan karena sibuk dengan
urusan yang lain. Sehingga, da’wah meraih suatu keberhasilan yang gemilang,
sulit dicerna oleh akal manusia. Jazirah Arab tunduk kepada da’wah Islam,
debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab, dan akal
yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala ditinggalkan,
bahkan dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid. Suara adzan
terdengar membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah dihidupkan
oleh iman yang baru. Para da’i bertolak ke arah utara dan selatan membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an dan menegakkan hukum-hukum Allah.
Berbagai bangsa dan kabilah
bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia pun keluar dari penyembahan
terhadap hamba menuju peribadatan kepada Allah. Di sana, tidak ada pihak yang
memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa dan rakyat, orang yang
zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah, bersaudara dan saling
mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Allah telah menyingkirkan
penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang dari diri
mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang yang berkulit
merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh manusia adalah
anak keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah.
Berkat da’wah Islam, terwujudlah kesatuan
Arab, keadilan sosial, kebahagiaan manusia dalam segala urusan dunia dan
akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun berubah, demikian garis sejarah dan
pola pikir.
Sebelum ada da’wah Islam,
dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan, sehingga perasaannya memburuk,
jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-norma sosialnya jadi kacau,
dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh gelombang kemewahan dan
kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan kegelapan, meskipun pada
saat itu sudah terdapat agama-agama langit. Namun, agama itu telah jauh
diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak berdaya menguasai
manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak memiliki ruh.
Setelah da’wah Islam tampil
dan memainkan perannya dalam kehidupan manusia, jiwa manusia menjadi bersih
dari khayalan dan khurafat, perbudakan, kerusakan dan kebusukan, kekotoran dan
kemerosotan. Masyarakat pun menjadi bersih dari kezhaliman dan
kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan kelas, kediktatoran
penguasa, dan pelecehan para dukun. Da’wah ini tampil membangun dunia di atas
kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun, kebebasan
dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan, kehormatan,
serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan
menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan.
Berkat perkembangan-perkembangan ini, jazirah
Arab mengalami suatu kebangkitan yang penuh berkah, yang belum pernah
dialaminya sejak adanya bangunan di atas jazirah tersebut.
ANALISIS
Dakwah ini haruslah
manusiawi yang diharapkan dapat membentuk pengalaman sehari-harinya menurut
tatanan agama. Maka materi dakwahpun harus meningkatkan kemampuan dan akomodasi
manusia dalam kehidupan. Oleh sebab itu secara teknis dakwah tidak dapat
terlepas dari dua hal pokok yakni kemampuan penerima dakwah dan tingkat
berpikirnya, keperluan masyarakat objek atau atas permintaannya[1]
menyentuh jiwa kemudian
mengajarkan kepada mereka tentang
perjalanan hidup Muhammad Rasulullah .
4.Mengesahkan perjalanan hidup
Muhammad yang suci dan melaksanakan
berbagai segi yang menunjukan bahwa Muhammad itu benar dan dapat dipercaya dan mempunyai
ahlak yang mulia.
5.Menjelaskan tujuan Islam bagi
indifidu dan masyarakat dengan
prinsip menghormati manusia
hal
itu menjelaskan secara rinci sedangkan
hanya Allah sematalah yang dapat memberikan petunjuk kepada pesamaan konsepsi
hidup[2]
DAFTAR PUSTAKA
Amahzun, Muhammad, Manhaj Dakwah Rasulullah
(Manhajun Nabiyy fid Da’wah min Khilalis Sirah ash-Shahihah: al-Ma’rifah,
at-Tarbiyah, ath-Thakhthith, at-Tanzhim), terj. Anis Maftukhin dan Nandang
Burhanuddin, Jakarta: Qisthi Press, 2004.
Buthy, Al-, Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah
Nabawiyah (Fiqhus Sirah), terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani
Press, 2002.
Jada, Al-, Ahmad, Meneladani Kecerdasan
Emosi Nabi (Wallahu Ya’shimuka Minannas) terj. Abdurrahim Ahmad, Jakarta:
Pustaka Inti, 2004.
Mubarakfuri, Al-, Syaikh Shafiyur Rahman, Sejarah
Hidup Muhammad; Sirah Nabawiyah (ar-Rahiq al-Makhutum Bahtsun fi as-Sirah
an-Nabawiyah ‘ala Shahibiha afdhal as-Shalat was-Salam), terj. Rahmat,
Jakarta: Robbani Press, 2002.
Muhyiddin, Asep dan Syafei, Ahmad, Agus, Metode
Pengembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2002.